Bogoran.com – Sejarah pencak silat Cimande, Kabupaten Bogor.
Pencak silat Cimande merupakan salah satu aliran pencak silat tertua di Indonesia. Aliran beladiri ini merupakan warisan leluhur Kampung Babakan Tarikolot, Desa Cimande, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor.
Asal-usul aliran Cimande belum diketahui secara pasti. Namun, menurut beragam literasi termasuk keterangan para Sesepuh Cimande, aliran Penca atau Pencak Silat Cimande ini diciptakan dan dikembangkan di Tanah Sunda oleh Abah Khaer atau Abah Kahir pada abad awal ke-17.
Sebagai seorang ulama, Abah Khaer menjadikan Pencak Silat Cimande sebagai sarana dakwah.
Berkat petualangannya terutama di wilayah Jawa Barat, beragam aliran pencak silat yang aslinya berasal dari aliran Pencak Silat Cimande pun berkembang di setiap wilayah termasuk melahirkan jawara-jawara tangguh melegenda di Nusantara bahkan sampai luar negeri.
Ciri Khas dan Talek
Pencak Silat Aliran Cimande berbeda dengan kebanyakan aliran lainnya. Pencak Silat Cimande memiliki ciri khas tersendiri dalam gerakannya maupun dalam karakteristik dan filosofinya.
Aliran Cimande memiliki marwah yang mengajarkan nilai-nilai spiritual, seperti kesabaran, ketekunan, dan keberanian, yang kesemuanya diikat dengan Talek Cimande. Jika pun di wilayah lain berkembang berbagai perguruan silat beraliran Cimande, hal itu telah terjadi modifikasi.
Ilmu Pencak Silat Cimande memiliki doktrin yang ditanamkan kepada setiap calon muridnya melalui prosesi ijab kabul patalekan. Doktrin ini kemudian berfungsi sebagai sandi tata-krama, tata-dharma (kode etik), serta falsafah hidup yang harus dipegang teguh dan setia terhadap talek tersebut.
Rumusan kode etik tersebut dikenal dengan istilah Talek Cimande yang di dalamnya terkandung nilai-nilai agung kemanusiaan, keluhuran budi pekerti, serta keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Suci.
Prosesi ijab kabul Patalekan ini dirangkaikan dengan ritual Keuceuran. Secara harfiah Keuceur atau Peureuh berarti meneteskan obat ke dalam mata calon murid menggunakan daun Sirih.
Sejarah Talek
Dewan Kasepuhan Perguruan Pencak Silat Aliran Cimande (PPSAC), Didih Supriyadi, mengatakan berdasarkan sejarahnya pertama kali Abah Khaer menciptakan Pencak Silat Cimande belum diberi Talek.
“Abah Khaer menciptakan baru gerakannya saja. Setelah itu ia menitipkan gerakan Silat Cimande ke Eyang Rangga karena Abah Khaer punya tugas syiar, tidak menetap di satu tempat. Kemudian hasil dari pesantren Eyang Rangga menghasilkan Talek yang diterapkan dalam gerakan Pencak Silat Cimande sehingga aliran Pencak Silat Cimande memiliki ruh. Gebyarnya aliran Pencak Silat Cimande terjadi pada zaman Abah Haji Abdul Somad,” ungkapnya.
Didih Supriyadi yang akrab disapa Bah Didih ini menegaskan bahwa Pencak Silat Cimande sebetulnya media syiar para wali dalam rangka menyebarkan agama Allah SWT. Bukan untuk memperkaya tapi untuk saling menolong, silaturahim, memperbanyak saudara.
“Maka kalau mau belajar Pencak Silat Cimande wajib ditalek dulu, dikeuceur dulu, dipeureuh dulu pakai air dan tanah. Kalau misalnya malam ini ada orang yang mau dikeuceur maka wajib dilaksanakan pada saat itu, ” ujarnya.
Ia juga menegaskan agar jangan sampai menunggu lain waktu atau menunggu yang lain. Sebab, khawatir jika orang tersebut diberikan taufik hidayah ingin ditalek ke jalan yang benar justru ditolak kembali ke jalan yang salah.
Pada zaman dahulu prosesi Talek ini hanya diterapkan bagi calon murid yang telah aqil baligh atau berusia dewasa 17 tahun ke atas. Dengan perkembangan zaman teknologi yang makin canggih maka syiar dan pelestarian Pencak Silat dan seni budaya Cimande dilakukan sejak anak usia dini.
“Untuk usia dini minimal hafal taleknya,” imbuhnya.
Arti Cimande
Pencak silat aliran Cimande telah berkembang bukan saja di tataran Sunda, Jawa Barat. Akan tetapi telah menyebar hingga ke pelosok Nusantara dan luar negeri.
Tidak dipungkiri, banyak pula di Nusantara perguruan-perguruan pencak silat yang mengatasnamakan Cimande atau terdapat embel-embel Cimande.
Menurut Bah Didih, Pencak Silat Cimande asli akan tetap berbeda dengan aliran lainnya.
“Karena kenapa, selain setiap dasar gerakannya mengandung filosofi dan Talek, Cimande juga memiliki makna tersendiri. Yakni cai iman anu hade, ciri manusia anu hade. (air iman yang baik, ciri manusia yang baik). Itu menurut leluhur Cimande. Jadi, manusia yang baik pasti berbuat kebaikan. Maka kata orangtua dulu mengistilahkan, kalau berjalan di jalan sempit jangan ketinggalan berbelok. Artinya apa, jangan ketinggalan berbuat baik,” ungkapnya.
Tanamkan Nasionalisme
Selain menanamkan nilai-nilai ibadah, Talek Cimande juga mengajarkan nilai-nilai nasionalisme dan patriotisme serta tetap menjaga Pancasila dan UUD 1945.
“Pancasila dan lagi kebangsaan selalu kami kumandangkan baik dalam setiap latihan atau acara-acara akbar. Dan tentunya aturan-aturan pemerintah diterapkan karena kita tidak bisa lepas dan semua sudah digariskan dalam Talek,” tandasnya.
Didih mengemukakan bahwa tantangan penerapan dan pelestarian seni budaya Cimande, Talek, Pencak Silat Cimande maupun warisan leluhur Cimande lainnya jauh lebih berat pada era saat ini. Hal ini dampak dari derasnya arus budaya luar yang masuk hampir ke setiap sendi kehidupan masyarakat.
“Kami sangat terbuka bagi nonmuslim atau warga dari luar negeri yang mau belajar. Karena kita yakin, semua agama tidak mengajarkan kejelekan,” tukasnya.
Sesepuh Cimande sangat berharap masyarakat, kalangan orang tua, hingga para pemimpin bangsa selalu mencintai dan melestarikan seni budaya leluhur demi kepentingan regenerasi.
“Pemimpin harus cinta dulu kepada budaya yang dipimpin. Jangan sampai terbalik, masyarakatnya mencintai seni budaya pemimpinnya tidak, akan hancur, karena budaya adalah martabat suatu bangsa. Saya masih optimistis, saat ini saja di Cimande ada 12 lingkung seni yang setiap minggunya terdapat sekitar 100-an murid yang berlatih,” tutupnya.
Demikian sejarah pencak silat Cimande yang diharapkan dapat terus dilestarikan.(Acep Mulyana)