Bogoran.com – Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu Kabupaten Bogor menggelar sosialisasi pengawasan partisipatif netralitas kepala desa pada pemilihan serentak tahun 2024, Jumat 23 Agustus 2024.
Dalam kegiatan yang berlangsung di Grand Mulya Hotel, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor tersebut, turut dihadiri langsung Koordinator Bidang Pencegahan Masyarakat dan Humas Bawaslu Kabupaten Bogor, Burhanudin, Kepala DPC Apdesi Abdul Aziz, Sekretaris DPMD Dede Armanyah, dan perwakilan kepala desa se-Kabupaten Bogor.
Koordinator Bidang Pencegahan Masyarakat dan Humas Bawaslu Kabupaten Bogor Burhanudin mengatakan bahwa, kegiatan sosialisasi tersebut bertujuan untuk meningkatkan netralitas kepala desa dan perangkat desa.
Sesuai dengan amanat UU nomor 10 tahun 2016 menyatakan bahwa larangan terkait kepala desa untuk tidak membuat keputusan atau tindakan yang merugikan salah satu calon pasangan Pilkada.
Menurutnya, pada di Undang Undang (UU) nomor 10 tahun 2016 pasal 188 dan 189 berkaitan bahwa, jika kepala desa atau perangkat desa membuat keputusan yang menguntungkan atau merugikan salah satu calon.
Maka hal tersebut masuk dalam kategori pidana, itu dipidana paling rendah 6 bulan, dan paling tinggi 36 bulan, dan denda paling rendah 600 ribu, paling tinggi 3 juta 6 ratus.
“Kalo liat pasalnya kan sama larangan itu untuk ASN dan TNI Polri sama, kepala desa dan perangkat desa,” kata Burhanudin kepada wartawan usai kegiatan, Jumat 23 Agustus 2024.
Burhanudin menjelaskan, pihaknya akan terus melaksanakan pengawasan kepada kepala desa dan perangkat desa hingga masa kampanye yang akan dimulai pada tanggal 29 September 2024.
“Pengawasan itu kan nanti berlaku pada saat kampanye, jadi yang tidak diperbolehkan itu, kepala desa dan perangkat desa itu pada masa kampanye, dengan keputusan dan tinggakan dengan tindakan yang menguntungkan kepada salah satu calon,” jelasnya.
Lebih lanjut, Burhanudin mengatakan, terkait berbagai bentuk larangan pelanggaran netralitas yang dilakukan oleh kepala desa maupun ASN tersebut yakni, salah satunya mengajak atau berpose menunjukan nomor pasangan salah satu calon.
“Misalnya kepala desa memfasilitasi, hadir ke kegiatan kampanye calon, disitu dia menunjukan keberpihakanya, misalkan menunjukan foto dan semisalnya itu juga termasuk kategori larangan. Penjabaran tindakan keputusan itu menunjukan jari, kemudian tindakan mengajak, mengarahkan untuk memilih dan tidak memilih,” ujar Burhanudin.
Selain itu lanjut Burhanudin, Bawaslu juga menghimbau agar para kepala desa nantinya tidak menggunakan fasilitas desa atau pemerintah untuk pelaksanaan kampanye.
Hal tersebut telah diatur berdasarkan undang Undang Pilkada salah satu larangan kampanye, yaitu tidak boleh memakai fasilitas di tempat pemerintah dan menjadi tempat yang dilarang.
“Berarti kan diuji keputusan tindakan ini apakah berpengaruh pada keberpihakan dan itu masuk kategori pidananya, kalo baru akan menggunakan fasilitas itu nantinya bentuknya sanksi administratif,” ungkapnya. (Albin Pandita)