Bogoran.com – BRI berhasil menjadi pemimpin pasar keuangan berkelanjutan di Indonesia dengan berhasil membukukan penyaluran kredit berkelanjutan hingga Rp732,3 triliun per semester I 2023.
Direktur Kepatuhan BRI A. Solichin Lutfiyanto mengatakan kegiatan usaha berkelanjutan yang dibukukan perseroan terus mengalami peningkatan.
“Hal itu tentunya mengarah pada upaya kami mengurangi emisi dari pembiayaan dengan meningkatkan pembiayaan berkelanjutan. Di mana proporsinya fokus pada pembiayaan UMKM dan sektor hijau,” kata Solichin.
Penyaluran kredit berkelanjutan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI pada hingga akhir Juni 2023 mencapai 67,2% dari total penyaluran kredit Perseroan. Yang mana Rp652,9 triliun di antaranya merupakan portofolio sosial dan Rp79,4 triliun lainnya merupakan portofolio hijau.
Jumlah kredit berkelanjutan BRI pada paruh pertama 2023 pun naik double digit sebesar 11,3% dari periode yang sama sebelumnya Rp658,1 triliun. Dari penyaluran kredit berkelanjutan tersebut, Solichin mengakui aspek sosial masih mendominasi, dan perusahaan terus berkomitmen untuk meningkatkan portofolio ramah lingkungan.
“Untuk komitmen, kami siap jangka menengah dan jangka panjang. Saat ini potensi negara seperti Indonesia, profilnya masih dominan dalam pembiayaan UMKM sehingga BRI akan tetap berkomitmen dan fokus pada pembiayaan segmen ini. Pada saat yang sama, ke depan kami akan terus memperluas portofolio ramah lingkungan, ” ujarnya.
Himpun Dana Berbasis ESG
Sebelumnya BRI telah melakukan penghimpunan dana berbasis ESG melalui publikasi Sustainability Bond senilai US$500 juta pada tahun 2019. Hingga tahun 2022, dana yang terhimpun dari penerbitan obligasi disalurkan dalam bentuk kredit ke sektor hijau sebesar 25,7% dan ke sektor sosial sebesar 74,3 %.
Tahun 2022 lalu, BRI menerbitkan green bond berkelanjutan I tahap I senilai Rp5 triliun. Yang mana 80% dana yang terhimpun, disalurkan ke Kegiatan Usaha Berwawasan Lingkungan (KUBL), dan 20% disalurkan ke sektor sosial.
Solichin BRI menyampaikan rangkaian penawaran obligasi berwawasan lingkungan berkelanjutan ( green bond ) tahap II tahun 2023 senilai Rp6 triliun.
Surat berharga ini merupakan bagian dari penawaran umum green bond berkelanjutan I yang membidik dana total sebesar Rp15 triliun.
Dorong Keberlanjutan, Diminati Investor
Pada kesempatan berbeda, pengamat pasar modal Reza Priyambada mengatakan tren penerapan ESG meningkat pesat dalam 5 tahun terakhir, baik dari sisi emiten maupun investor. Hal ini utamanya di level investor institusi.
Dari kaca mata investor, perusahaan yang menerapkan ESG akan berkorelasi positif dengan kinerjanya di masa depan.
“Artinya kalau comply dengan aspek keberlanjutan, maka kinerja bisnisnya bisa bertahan untuk jangka waktu yang lebih panjang,” kata Reza, belum lama ini.
Reza menyebut perusahaan yang menaruh perhatian pada aspek ESG atau bisnis berkelanjutan, artinya tidak hanya mementingkan profitabilitas saja.
Lazimnya perusahaan tersebut akan memikirkan seberapa besar manfaat yang diberikan kepada lingkungan dan masyarakat sekitar, hingga patuh terhadap tata kelola yang baik.
Saat ini memang investor yang menaruh perhatian besar terhadap ESG adalah kebanyakan institusi asing. Hal tersebut karena perusahaan di negara-negara maju telah lebih dulu fokus pada ekonomi berkelanjutan.
Reza optimistis bahwa investor ritel nantinya juga akan mempertimbangkan aspek ESG sebelum menaruh uangnya di suatu perusahaan.
“Kalau dilihat pasar modal sekarang banyak kedatangan generasi milenial dan generasi Z, mereka ini sangat peduli dengan isu lingkungan,” imbuhnya.
Hal tersebut, kata Reza, terlihat dari berbagai survei yang menyebutkan bahwa semakin banyak generasi Z dan generasi milenial yang peduli terhadap isu lingkungan. Pada saat yang sama investor pasar modal di Indonesia sebanyak 11,5 juta, di mana 80% di antaranya merupakan anak muda.***